Saturday 26 June 2010

Empat kerusakan akibat dari perzinahan

Merebaknya video mesum (porno) yang kini banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan generasi muda, sungguh sangat memprihatinkan. Jika hal ini terus berlangsung tanpa kendali, maka moral bangsa akan semakin hancur dan terpuruk. Dan ini akan berakibat pada kehidupan lain secara lebih luas. Ekonomi akan terganggu, pendidikan terguncang, politik jadi tidak bermoral, budaya dan tradisi bangsa tercampakkan, serta nilai-nilai agama akan terpinggirkan.

Allah SWT mengingatkan bahwa perbuatan zina itu adalah fahisyah (kejahatan yang menjijikkan) dan saa'a sabila (seburuk-buruknya jalan). "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk." (QS Al-Isra [17]: 32). Mendekati zina saja sudah dilarang, apalagi melakukannya.

Rasulullah SAW juga bersabda, "Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki (mengakibatkan kefakiran), mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka." (HR Thabrani dari Ibn Abbas).

Hadis ini sekaligus membantah pernyataan banyak orang yang sering menyatakan bahwa salah satu penyebab perbuatan zina adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Justru perbuatan zina itulah yang akan menjerumuskan pelakunya pada jurang kemiskinan. Dan jika pun terlihat memiliki harta, itu hanya bersifat semu dan sementara. Yang pasti ujungnya akan habis tak berbekas.

Karena buruknya perbuatan zina ini, maka salah satu tanda perilaku orang-orang yang termasuk 'ibadurrahman adalah meninggalkan perbuatan tersebut. Sebab, mereka yang melakukannya, akan mendapatkan azab Allah, dan mereka akan kekal di dalam neraka dalam keadaan terhina. (QS Al-Furqan [25]: 68-71).

Karena itu, agar perbuatan zina ini tidak berlangsung, baik secara terang-terangan maupun terselubung, semua komponen bangsa harus memiliki komitmen dan kepedulian kuat untuk menghindari dan menjauhkannya.

Nilai-nilai agama harus terinternalisasi secara konsisten pada pikiran, jiwa, maupun perilaku masyarakat dan bangsa. Kepada para pelaku perzinaan harus dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya agar dapat menyebabkan efek jera pada yang lain. Wallahu a'lam.

Friday 25 June 2010

Aib kita adalah cermin diri kita juga

Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Hâtim Al Asham ketika fenomena tayangan “ghibahtainmen” merajalela

oleh: Ali Akbar bin Agil*

ADA seorang perempuan datang kepada Syaikh Hâtim Al Asham untuk bertanya tentang sebuah persoalan. Saat bertanya, tiba-tiba keluarlah suara kentut dari perempuan itu dan ia merasa sangat malu.

“Keraskan suaramu!,” teriak Hâtim dengan keras untuk mengesankan seolah ia tuli.

Si perempuan merasa senang dan mengira kalau Hâtim tidak mendengar suara kentutnya. Karena kejadian itulah, kemudian Syaikh Hâtim mendapat julukan Al Asham (si tuli).

Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Hâtim Al Asham. Kita memperoleh hikmah menutup rapat-rapat keburukan orang lain, tidak mengumbarnya sebagaimana terjadi saat ini, di mana fenomena tayangan ghibahtainmen yang menceritakan kekisruhan rumah tangga orang lain, membeberkan perselingkuhan serta perzinaan, terjadi dengan begitu vulgar dan massif.

Ironisnya, para pemilik modal dan pengelola program tercela ini berkilah jika acara (ghibah) ini dianggap mendidik masyarakat untuk lebih cerdas.

Sebuah alasan yang tidak masuk akal. Alih-alih mencegah, yang terjadi justru masyarakat dijejali oleh berita-berita keburukan orang yang mungkin akan dicontoh oleh mereka. Apalagi pihak bersangkutan yang diwartakan merupakan public figuree.

Tidak berlebihan bila PBNU lewat fatwanya dalam Munas Alim Ulama NU se-Indonesia di asrama Haji Sukolilo, Surabaya (27-30 Juli 2006), menuntut kepada pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informasi, untuk melarang program infotainment yang berisi ghibah alias membeberkan aib orang lain, apakah itu berupa perselingkuhan, perceraian, atau percekcokan rumah tangga, dan sejenisnya.

Fatwa ini perlu direkomendasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban para ulama kepada umatnya. Sebab jika keadaan demikian ini dibiarkan begitu saja, lama-lama akan membuat bangsa kita menjadi bangsa penggunjing. Akibatnya, ajang berkumpul sesama teman atau keluarga rasanya kurang afdhal bila tidak dibumbui dengan ngerasani (menggunjing) atau menggosip. Sungguh sebuah dilema yang berbalik seratus delapan puluh derajat dengan apa yang terjadi pada diri Syekh Hatim.

Lantas, bagaimana kita bisa mengetahui aib diri sendiri? Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal, Ihya` `Ulumuddin, mengetengahkan kiat jitu menyingkap kekurangan yang melekat pada diri kita. Beliau menyarankan untuk menempuh empat cara:

Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai masalah yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam ber-mujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan Syaikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya serta cara pengobatannya. Namun, di zaman sekarang guru semacam ini langkah.

Kedua, mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam), dan berpegang pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan lahirnya, sehingga ia dapat memberi peringatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.

Ketiga, berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya sebab pandangan yang penuh kebencian akan menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Akan tetapi, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian. Hanya orang yang memiliki mata hati jernih yang mampu memetik pelajaran dari keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

Keempat, bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri yang juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian ia menuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri. [*penulis mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Maliki Malang]

Sumber : Persis67Benda

Thursday 24 June 2010

Perlukah pendidikan seks masuk kurikulum?

Sebagaimana dilansir okezone, hasil survai Komisi Perlindungan Anak (KPA) terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar mengungkap, 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93 persen pernah berciuman bibir. Survai yang dilakukan belum lama ini juga menunjukkan 62,7 persen responden pernah berhubungan badan dan 21 persen di antaranya telah melakukan aborsi.

Di Bandung, hasil riset program Save The Children Jawa Barat mencatat, puluhan siswa SMP telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK). Ironisnya, di antara para PSK remaja tersebut cukup dibayar dengan pulsa ponsel.

Fenomena ini cukup menjadi alasan kuat semua pihak untuk mencemaskan masa depan generasi penerus bangsa. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menyatakan, para remaja tersebut tidak paham betul apa itu kesehatan reproduksi.

"Remaja mengetahui proses reproduksi hanya sebatas hubungan badan. Jadi, mereka melakukannya pun hanya untuk bersenang-senang," kata Giri seperti dilansir okezone, baru-baru ini.

Sementara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari merasa, pendidikan seks di Indonesia sangat kurang. Linda, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mendesak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk memasukkan pelajaran reproduksi di sekolah agar pendidikan seks tidak tabu dibicarakan. Serta kasus peredaran video mesum mirip artis tidak terulang kembali.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak siap membantu. Kami memiliki peralatan yang lengkap, seperti brosur dan buku maupun pelajaran reproduksi, terhadap anak," kata Linda.

Kegerahan berbagai kalangan ini dijawab Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh Nuh menyatakan, pendidikan seks diperlukan. "Sayangnya, pendidikan seks di Indonesia rasanya masih kurang tepat. Seharusnya materinya lebih diarahkan pada kesehatan reproduksi," jelas Nuh. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini meliputi fungsi organ reproduksi, pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, hingga penyakit-penyakit pada sistem reproduksi manusia. "Jadi bukan sebatas intercourse," tegasnya.

Meski demikian, kalangan pendidik menyarankan, pendidikan seks sebaiknya diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran lain. Kepala SMKN 3 Pekanbaru, Riau, Helmiyati menyatakan, perlu penyesuaian untuk mencantumkan pendidikan seks ke dalam kurikulum pendidikan. "Tidak bisa dipungkiri, bicara masalah seks masih dianggap tabu, terutama di daerah. Tapi dari sisi keilmuan, pendidikan tersebut penting," jelas Helmy.

Senada dengan Helmy, Kepala Sekolah Khusus perempuan St's George, Malaysia, Sharifah Afifah Syed Abbas menyatakan, tidak setuju jika dibuat satu mata pelajaran khusus tentang seks. Seks adalah sesuatu yang alami. Guru memiliki kebebasan untuk berbicara dan memberi nasihat tentang apa yang benar dalam pendidikan seks.

Meski demikian, akan lebih baik jika pendidikan seks diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran lain seperti biologi. Materi pelajarannya pun seputar kesehatan reproduksi, termasuk bagaimana merawat dan mencegah penyakit dalam sistem reproduksi.

 Di Indonesia, selain memasukkan pengenalan kesehatan reproduksi secara keseluruhan dalam kurikulum sekolah, BKKBN juga telah membuat pusat informasi dan konseling remaja yang tersebar di 9.580 lokasi di seluruh Indonesia. Pusat informasi ini bertugas memberi sosialisasi tentang kesehatan reproduksi.

Sumber : Persis.or.id

Wednesday 23 June 2010

Sunnah dan Bid'ah

Sabda Rasulullah SAW "Siapa yang hidup diantaramu setelah aku tiada, pastilah ia akan melihat banyak ikhtilaf (perbedaan dalam aqidah dan ibadah). Aku perintahkan kepadamu agar berpagang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk. Berpeganglah kepadanya dengan sekuat kemampuanmu. Hati-hatilah dengan perkara yang baru, sebab setiap perkara yang baru dalam islam adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat" (HR. Ahmad, Abu dawud dan At Tirmidzi)

Pengertian Sunnah

Sunnah artinya jalan, cara, metode, perilaku, hukum, peraturan, tabiat, watak. Bentuk jamaknya (banyaknya) adalah sunan. Sunnatullah adalah hukum yang ditetapkan Allah, misalnya bumi berputar dan sebagainya. Syariat Islam termasuk sunnatullah, siapa yang melaksanakannya ia akan mendapat pahala surga. Siapa yang meninggalkannya ia akan beroleh siksa neraka. Perintah Allah ini tidak akan berubah sampai kapan pun. Frimannya

"Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan penggantian bagi sunnatullah, dan sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan penyimpangan pada sunnatullah." (QS. Fathir : 43)

Sedangkan yang dimaksud dengan sunnah Nabi SAW atau sunnah Rasul SAW adalah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW berupa ucapan, perbuatannya, dan pengakuannya. Adakalanya sunnah disebut juga Hadits. Adalagi sunnah yang sering disebut sunnat dalam arti hukum Islam ; bila dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak mendapat siksa. Yang dimaksud dengan sunnah pada tulisan ini adalah amal-amal Nabi Muhammad SAW yang harus diikuti oleh setiap muslim yang hukumnya wajib maupun yang hukumnya sunnat. Seperti ibadah shalat, makan dan minum dengan tangan kanan. Adakalanya tidak disebutkan bahwa Rasulullah SAW berbuat sesuatu, namun sahabat menyebutnya "termasuk sunnah". Misalnya ucapan Ibnu Abbas r.a

"Termasuk sunnah agar tidak memulai ihram haji kecuali pada bulan haji (Syawal, Dzul qa'dah dan Dzul hijjah)." (HR al-Bukhari)

kebalikan dari sunnah Nabi SAW adalah bid'ah

Perintah melaksanakan sunnah Nabi SAW

"Katakanlah (Muhammad), "jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah itu maha Pengampun lagi maha Penyayang." (QS. Ali-Imran : 31)

Katakanlah "Taatlah kamu kepada Allah dan Rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang kafir." (QS. Ali-Imran : 32)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa : 59)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)

Sabda Rasulullah SAW :

"Setiap ummatku akan masuk surga, kecuali yang abaa (menolak)."
para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah siapa yang abaa?"
jawab beliau,
"Siapa yang mentaatiku (melaksanakan sunnahku) ia akan masuk surga, dan siapa yang maksiat kepadaku (tidak melaksanakan sunnahku), sungguh ia telah menolak." (HR. Al-bukhari)

Sabda Rasulullah SAW :

"Aku tinggalkan padamu dua perkara, kamu tidak sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnha Nabi-Nya." (HR. Ibnu Abdil Barr)

"Siapa yang membenci sunnahku, ia bukan dari golonganku" (HR. Al-Bukhari)

Pengertian Bid'ah

Bid'ah menurut bahasa artinya "sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Salah satu nama Allah adalah Al-Badi' artinya Maha Pencipta. Dia menciptakan segala sesuatu yang baru, yang tidak ada sebelumnya. Bid'ah disebut juga muhdats atau muhdatsatul umur yakni perkara-perkara yang baru yang tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW atau oleh para sahabatnya.

Sedangkan menurut istilah, bid'ah ialah " sesuatu yang baru di dalam agama yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah dan Rasul-Nya "atau" satu cara yang diadakan atau dibuat oleh orang di dalam Islam yang menyerupai syari'at dengan tujuan beribadah kepada Allah. (Al Iqtidlo, syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah , Al 'Itisham, Imam Asy-Syatibi).

Alasan orang melakukan bid'ah karena ingin mendapat pahala. Misalnya melfalkan niat sebelum shalat padahal Nabi SAW dan para sahabatnya seorang pun tidak ada yang melakukanya. Andaikan perbuatan itu baik tentu mereka melakukannya.

Padahal yang dimaksud dengan ibadah ialah "Segala sesuatu yang dicintai dan diridloi oelh Allah baik perkataan atau perbuatan yang lahir dan yang batin." Bila ingin dicintai Allah, harus mengikuti petunjuk Rasul-Nya, karena beliaulah satu-satunya contoh yang baik.

Bid'ah atau aqidah atau keyakinan disebut syirik. Syirik ialah berkeyakinan bahwa makhluk mempunyai kekuatan ghaib.Misalnya orang yang berkeyakinan bahwa hajar aswad dapat memberikan kekuatan sehingga ia menaruh hormat kepadanya seperti halnya kepada manusia. Atau berkeyakinan bahwa kuburan Nabi adalah tempat keramat, sehingga banyak orang yang meminta-minta di atasnya.

Ancaman bagi para pelaku Bid'ah

Sabda Rasulullah SAW :

"Siapa yang mengamalkan ibadah yang bukan perintahku, maka ibadahnya akan tertolak, (HR. Muslim)

"Siapa yang hidup diantara kamu sesudahku (sepeninggalku), niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah kepadanya dan gigitlah dengan gigi gerahammu (peganglah dengan kuat) dan jauhilah olehmu segala urusan yang baru (muhdats). Karena sesungguhnya setiap urusan yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat" (HR. Ahmad , Abu Dawud, Tirmidzi, ibnu Majah)

... Amma ba'du maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah (Al-Quran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW. Dan sejelek-jelek urusan adalah urusan baru (muhadats) dan setiap muhadats adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya neraka. (HR Ahmad, Muslim, an-Nasai, dan Ibnu Majah)

Sabda Rasulullah SAW :

"Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari pelaku setiap bid'ah"

Asal mula timbulnay bid'ah

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan yang lainnya diceritakan, bahwa ada tiga rombongan sahabat yang mengunjungi rumah-rumah Rasulullah SAW. Mereka bertanya kepada Isteri-isteri beliau tentang ibadah Nabi SAW. Setelah mendengar penjelasan apa saja yang dilakukan beliau, ketiga rombongan itu berkesimpulan bahwa ibadah mereka itu sedikit bila sama dengan ibadah beliau. Ibadah beliau itu sedikit, karena beliau sudah di jamin masuk surga dan diampuni segala dosanya, mengingat QS. Al-Fath : 1-2
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, suapay Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus.

Berkatalah seorang diantara mereka, "saya akan shalat sepanjang malam selamanya." Seorang lagi berkata "kalau saya, akan shaum sepanjang tahun, tidak akan terlewat satu hari pun." Sedangkan yang lainnya berjanji "Saya akan menjauhi wanita, dan akan membujang selamanya."
Setelah semuanya bertekad akan menambah iabdah melebihi ibadah Nabi SAW, beliau datang seraya bersabda

"Kamu yang berkata "begini", "begitu". Demi Allah, sungguh aku orang yang paling takut kepada Allah daripada kamu, dan paling taqwa kepada-Nya di antaramu, tapi aku shaum dan tidak shaum, aku shalat dan tidur, dan aku pun menikahi perempuan-perempuan. Siapa yang tidak suka sinnahku, ia bukan dari golonganku." (HR. Al-Buhari, muslim, dan An-nasi)

Dari cerita di atas, jelas bahwa keinginan untuk menambah ibadah sudah ada pada masa Rasulullah SAW, malahan mereka berterus terang di hadapan beliau. Tetapi cara itu tidak dibenarkan beliau, bahkan diancam dengan pernyataan bukan ummatnya.

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, yang berbuat menyimpang mendapat teguran langsung dari beliau. Pada zaman khalifah Abu Bakar Umar r.a kaum muslimin masih takut berbuat di luar ketentuan syari'at. Setelah khalifah Usman r.a wafat, timbullah provokator yang dimotori abdullah bin Saba, seorang yahdi yang licik dengan membuat hadits-hadits palsu untuk kepentingan politik dalam rangka memecah belah kesatuan umat Islam. Karena hadits tidak seperti Al-Quran yang ditulis sejak diturunkannya dan di bukukan pada masa khalifah Abu Bakar, muncul madzhab (pendapat) dari para Imam hanya sekedar pendapat menurut pikirannya sebelum mereka pmendapatkan hadits yang shahih, tetapi oleh para pengikut dan murid-muridnya pendapat (madzhab) gurunya dianggap hadits. Padahal Imam yang empat telah memperingatkan pengikutnya agar jangan taqlid kepada mereka. Bahkan Ima Asy-Syafi'i menulis, "Apabila kamu mendapatkan dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW, maka berpeganglah kepada sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah pendapatku." Ia dan Imam Abu Hanifah menyatakan,

"apabila hadits itu shahih, itulah madzhabku"

Sesungguhnya mereka sangat hati-hati, karena setiap manusia harus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah. Para pembuat bid'ah dan pengikutnya pun harus bertanggungjawab, mengapa mereka mengada-ada ibadah di luar perintah Allah dan contoh Rasul-Nya? Para pembuat bid'ah untuk melegalkan perbuatannya, tidak tanggung-tanggung membuat hadits palsu, mengatasnamakan Nabi SAW. Padahal beliau mengancam :

"Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka siap-siaplah ia mengambil tempat dari api neraka." (HR. jamaah/para ahli hadits)

bila kita ragu menilai sebuah ibadah antara sunnah (mandub) dan bid'ah, maka tinggalkanlah, karena berbuat bid'ah adalah dosa besar.