Saturday 3 July 2010

Mempersiapkan anak yang menyejukkan pandangan

“Dan orang-orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah untuk kami isteri-isteri dan anak keturunan kami yang menjadi penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Furqan: 75)

Imam Ibnu Katsir memahami qurratu a’yun dalam ayat ini sebagai anak keturunan yang taat dan patuh mengabdi kepada Allah. Ibnu Abbas menjelaskan bahwa keluarga yang dikategorikan qurratu a’yun adalah mereka yang menyenangkan pandangan mata di dunia dan di akhirat karena mereka menjalankan ketaatan kepada Allah, dan memang kata Hasan Al-Bashri tidak ada yang lebih menyejukkan mata selain dari keberadaan anak keturunan yang taat kepada Allah swt.

Secara bahasa, anak dalam bahasa Arab lebih tepat disebut dengan istilah At-Thifl Pengarang Al-Mu’jam al-Wasith mengartikan kata At-Thifl sebagai anak kecil hingga usia baligh. Kata ini dapat dipergunakan untuk menyebut hewan atau manusia yang masih kecil dan setiap bagian kecil dari suatu benda, baik itu tunggal.

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan anak sebagai keturunan kedua. Disamping itu anak juga berarti manusia yang masih kecil. Anak juga pada hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa seiring dengan pertambahan usia. Dalam kontek ini, maka anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa (orang tua dan para pendidik).

Berdasarkan pembacaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut kata Ath-Thifl yang berarti anak yang masih kecil sebelum usia baligh, maka terdapat empat ayat yang menyebut kata ini secara tekstual. Dua ayat berbicara tentang proses kejadian manusia yang berawal dari air mani, yaitu surah Al-Hajj: 5 dan surah Ghafir: 67. Sedangkan kedua ayat lainnya yang menyebut kata At-Thifl terdapat dalam surah An-Nur : 31 dan 59 yang menjelaskan tentang adab seorang anak di dalam rumah terhadap kedua orang tuanya.

Yang paling mendasar dalam pembahasan seputar anak tentu tentang kedudukan anak dalam perspektif Al-Qur’an agar dapat dijadikan acuan oleh orang tua dan para pendidik untuk menghantarkan mereka menuju kebaikan dan memelihara serta meningkatkan potensi mereka. Al-Qur’an menggariskan bahwa anak merupakan karunia sekaligus amanah Allah swt, sumber kebahagiaan keluarga dan penerus garis keturunan orang tuanya. Keberadaan anak dapat menjadi: 1) Penguat iman bagi orang tuanya [QS: 37: 102] seperti yang tergambar dalam kisah Ibrahim ketika merasa kesulitan melakukan titah Allah untuk menyembelih Ismail, justru Ismail membantu agar ayahnya mematuhi perintah Allah swt untuk menyembelihnya, 2) Anak bisa menjadi do’a untuk kedua orang tuanya. [QS: 17: 24], 3) Anak juga dapat menjadi penyejuk hati (Qurratu A’ayun), [QS: 26: 74], 4) menjadi pendorong untuk perbuatan yang baik [QS: 19: 44]. Akan tetapi, pada masa yang sama, anak juga dapat menjadi 5) fitnah, [QS: 8; 28] 6), bahkan anak dapat menjelma menjadi musuh bagi orang tuanya. [QS: 65: 14]

Maka dari itu, para ulama sepakat akan pentingnya masa kanak-kanak dalam periode kehidupan manusia. Beberapa tahun pertama pada masa kanak-kanak merupakan kesempatan yang paling tepat untuk membentuk kepribadian dan mengarahkan berbagai kecenderungan ke arah yang positif. Karena pada periode tersebut kepribadian anak mulai terbentuk dan kecenderungan-kecenderunganya semakin tampak. Menurut Syekh Fuhaim Musthafa dalam karyanya Manhaj al-Thifl al-Muslim: Dalilul Mu’allimin wal Aba’ Ilat-Tarbiyati Abna masa kanak-kanak ini juga merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk membentuk pengendalian agama, sehingga sang anak dapat mengetahui, mana yang diharamkan oleh agama dan mana yang diperbolehkan.

Dalam hal ini, keluarga merupakan tempat pertama dan alami untuk memelihara dan menjaga hak-hak anak. Anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang secara  fisik, akal dan jiwanya, perlu mendapatkan bimbingan yang memadai. Di bawah bimbingan dan motifasi keluarga yang continue akan melahirkan anak-anak yang dikategorikan ‘qurratu a’yun’.

Untuk mewujudkan semua itu, maka sejak awal Islam telah menyoroti berbagai hal di antaranya penegasan bahwa awal pendidikan seorang anak dimulai sejak sebelum kelahirannya, yaitu sejak kedua orang tuanya memilih pasangan hidupnya. Karena pada dasarnya anak akan tumbuh dan berkembang banyak tergantung dan terwarnai oleh karakter yang dimiliki dan ditularkan oleh kedua orang tuanya. Di antara tujuan disyariatkan pernikahan adalah terselamatkannya keturunan dan terciptanya sebuah keluarga yang hidup secara harmonis yang dapat menumbuhkan nilai-nailai luhur dan bermartabat.

Dalam konteks ini, Al-Ghazali yang kemudian dikuatkan prinsip-prinsipnya oleh Ibn Qayyim al-Jauzyyah menegaskan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangatlah penting, oleh kerena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik, dengan pembiasaan dan contoh-contoh teladan, memberikan permainan yang wajar dan mendidik, jangan sampai memberikan permainan yang mematikan hati, merusak kecerdasan, menghindarkannya dari pergaulan yang buruk. Pengaruh yang positif diharapkan akan menjadi kerangkan dasar bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Membangun kerangka dasar pada anak usia dini dapat diibaratkan membangun sebuah bangunan bertingkat. Bangunan seperti itu tentu saja akan dimulai dengan membuat kerangka pondasi yang sangat kokoh yang mampu menopang bagian bangunan yang ada di atasnya. Demikian pula anak-anak yang memiliki pondasi yang kuat dan kokoh ketika usia dini maka akan menjadi dasar dan penopang bagi perkembangan anak memasuki pendidikan selanjutnya, termasuk mempersiapkan hidupnya di tengah masyarakat.

Menurut pandangan Syekh Mansur Ali Rajab dalam karyanya Ta’ammulat fi falsafah al-Akhlaq terdapat paling tidak lima aspek yang dapat diturunkan dari seseorang kepada anaknya, yaitu: 1). Jasmaniyah, seperti warna kulit, bentuk tubuh, sifat rambut dan sebagainya. 2). Intelektualnya, seperti, kecerdasan dan atau kebodohan. 3) tingkah laku, seperti tingkah laku terpuji, tercela, lemah lembuat, keras kepala, taat, durhaka. 4) alamiyah, yaitu pewarisan internal yang dibawa sejak kelahiran tanpa pengaruh dari faktor eksternal. 5) sosiologis, yaitu pewarisan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Ibn Qayyim Al-Jauzyyah dalam salah satu karyanya yang monumental tentang pendidikan anak ’Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud’ menegaskan bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, suci dan selamat dari penyimpangan dan menolak hal-hal buruk yang membahayakan dirinya. Namun lingkungan yang rusak dan pergaulan yang tidak baik akan menodai kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai penyimpangan dan pada gilirannya akan menghambat perkembangan akal fikirannya. Sehingga tujuan akhir dari dari pendidikan anak prasekolah adalah memberikan landasan iman dan mental yang kokoh dan kuat pada anak, sehingga akan hidup bahagia bukan saja di saat ia dewasa dalam kehidupannya di dunia, tetapi juga bahagia di akherat, bahkan diharapkan dapat mengikut sertakan kebahagiaan itu untuk kedua orang tua, guru dan mereka yang mendidiknya.

Sehingga pendidikan anak usia dini pada hakekatnya juga merupakan intervensi dini dengan memberikan rangsangan edukasi sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi tersembunyi (hidden potency) serta mengembangkan potensi tampak (actual potency) yang terdapat pada diri anak. Upaya mengenal dan memahami barbagai ragam potensi anak usia dini merupakan persyaratan mutlak untuk dapat memberikan rangsangan edukasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan perkembangan potensi tertentu dalam diri anak. Upaya ini dapat dilalukan dengan memahami berbagai dimensi perkembangan anak seperti bahasa, intelektual, emosi, social, motorik konsep diri, minat dan bakat.

Tujuan lain dari pemberian program simulasi edukasi adalah melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak. Gangguan ini dapat muncul dari dua faktor, yakni faktor internal yang terdapat dalam diri anak dan dan faktor ekternal yang berwujud lingkungan di sekitar anak, baik yang berwujud lingkungan fisik seperti tempat tinggal, makanan dan alat-alat permainan ataupun lingkungan sosial seperti jumlah anak, peran ayah/ ibu, peran nenek/ kakek, peran pembantu, serta nilai dan norma sosial yang berlaku.

Ayat di atas yang menjadi doa sehari-hari setiap orang tua yang mendambakan hadirnya keturunan yang qurratu a’yun, hendaknya dijadikan acuan dalam pembinaan anak, sehingga tidak lengah sesaatpun dalam upaya melakukan pengawasan, pendidikan dan pembinaan anak-anak mereka. Itulah diantara ciri Ibadurrahman yang disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya yang memilki kepedulian besar terhadap nasib anak-anak mereka di masa yang akan datang. Semoga akan senantiasa lahir dari rahim bangsa ini generasi yang qurratu a’yun, bukan hanya untuk kedua orang tuanya, tetapi juga masyarakatnya dan bangsanya. Amin.

dakwatuna.com

Wednesday 30 June 2010

Godaan Wanita

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Nabi Saw pernah melhat seorang perempuan. Tanpa terasa perempuan itu telah membuat hasrat syahwat Nabi meningkat. Akhirnya, singkat cerita Nabi pun mendatangi istrinya yakni Zainab, lalu beliau melepaskan hasratnya sehingga tersalurkan hajat (seksual)nya. Kemudian beliau keluar menemui sahabat-sahabanya lalu Rasul pun bersabda: “Sesungguhnya perempuan itu menghadap dalam rupa setan dan membelakang dengan rupa setan. Maka apabila salah satu di antara kamu melihat perempuan, lalu dia mengagumi (kecantikan)nya, maka hendaklah ia mendatangi istrinya, karena sesungguhnya hal yang demikian itu mengembalikan sesuatu yang ada dalam dirinya. (HR. Ahmad dan Muslim).

Hadits di atas merupakan isyarat bahwa godaan wanita itu sungguh benar-benar dahsyat. Bahkan Nabi Saw pun yang dipelihara oleh Allah ternyata sempat tergoda oleh kecantikan perempuan. Apalagi kita sebagai manusia biasa, tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa kita pun sama tergoda oleh perempuan yang kita lihat setiap hari. Bedanya ketika Nabi Saw telah tergoda, beliaupun menyalurkannya kepada istrinya. Sedangkan kita yang notabene belum menikah atau masih lajang kebingungan, harus kepada siapa menyalurkannya. Apalagi  jika tingkat keimanan kita masih rendah maka akibatnya praktek sex bebas, masturbasi, onani, melihat pornografi dan juga pornoaksi, menjadi pilihan alternative dewasa ini.

Sebagaimana yang kita saksikan saat ini, hampir di semua kalangan  baik anak-anak, tua maupun muda begitu tergoda menonton adegan porno yang dilakukan oleh penyanyi Ariel Peter Pan dan Cut Tari. Akibatnya, video mesum itu telah memicu tindak kejahatan. Laporan Ketua KPAI, Hadi Supeno, menyebutkan, paling tidak ada 30 kasus perkosaan anak-anak terkait video mesum Ariel. Para pelaku berusia antara 16-18 tahun sementara korbannya berusia 12-14 tahun. (Republika. Jum’at, 25 Juni 2010)

Dari fakta kejadian ini setidaknya kita semua harus mengambil pelajaran bahwa mengumbar pandangan dengan melihat pornografi dan juga pornoaksi baik yang ada di lingkungan kita ataupun tersebar luas dalam dunia maya. Itu semua tidak baik bagi kesehatan mental kita. Oleh karena itu Rasulullah Saw telah memerintahkan kita untuk menundukan pandangan. Rasulullah Saw bersabda: Jauhkanlah diri kamu daripada duduk di jalan-jalan”. Mereka berkata: Ya Rasulullah! Kami terpaksa perlu kepada tempat-tempat duduk yang kami sering ngobrol di tempat itu.  Rasul menjawab: Jika kamu enggan, maka berilah kepada jalan itu haknya”. Mereka bertanya: Apakah dia haknya? Sabdanya: Menundukan pandangan dan tidak menggangu dan membalas salam dan amar ma’ruf dan nahyi munkar”. (HR. Bukhari Muslim).

Menundukan pandangan merupakan langkah preventif agar kita tidak terjerambab dalam lembah nista. Selain itu juga, Al-Qur’an telah memberikan warning bagi umatnya agar tidak coba-coba mendekati hal-hal yang bisa membangkitkan nafsu syahwat kita. Sebagai contoh Allah berfirman: “Janganlah kamu mendekati zina…”. Mendekati zina saja sudah sangat dilarang apalagi jika kita melakukannya. Maka inilah kesempurnaan ajaran Islam yang memperhatikan masalah moral umatnya. Wallahu a’lam

Yanyan Hardiansah, Mahasiswa STAIPI Garut

Sumber : persis.or.id

Tuesday 29 June 2010

Doa-doa hendak tidur

Sebagaimana dimaklumi bawa cukup banyak doa-doa yang dapat menjadi pilihan ketika hendak tidur. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, karena bagi kita tidur bukan hanya sekedar bentuk istirahat. Tetapi lebih jauh dari itu bahwa pada saat kita tertidur, segala kuasa dan kemampuan baik secara pisik maupun pikiran  sedang diambil oleh Allah swt. Sehingga segala sesuatunya diserahkan kepada Yang Maha mengurus alam ini. Lebih dari itu Ruh kita sedang digenggam oleh Allah dalam kekuasaan-Nya. Maka pada saat hendak tidur itulah kita serahkan segala yang ada pada diri kita.
Di dalam lafal doa-doa hendak tidur itu tersurat dan tersirat makna-makna demikian. Dan kita dapat memilih salah satunya.
Sebelum membacanya dianjurkan beberapahal sebagai berikut : Berwudlu, membersihkan tempat tidur sebelum berbaring, dan berbaring kesebelah kanan bagian badan.

بِاسْمِكَ  أَمُوتُ وَأَحْيَا. رواه البخاري، عن حذيفة بن اليمان 
2. Bismika amuutu wa ahya
Artinya:
Dengan nama-Mu aku mati dan aku hidup.
H.r. Al Bukhari, I: 1136. Dari Hudzaifah.

اللَّهُمَ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَبِاسْمِكَ وَأمُوتُ. رواه مسلم، احمد، ابن أبي شيبة.  عن البراء
3. Alloohumma bismika ahya wa bismika wa amuutu
Artinya:
Ya Allah dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan dengan menyebut nama-Mu aku mati. H.r. Muslim, Sahih Muslim, IV: 2083, Ahmad, Amusnad Al Imam Ahmad, IV: 302, Ibnu Abi Syaibah, V: 322, dari Al Bara.
Dalam riwayat yang lain

اَللّهُمَّ بِسْمِكَ أَحْيَا وَأَمُوْتُ. رواه البخاري، ابو داود. عن حذيفة بن اليمانى
4. Alloohumma bismika ahya wa amuutu
Artinya:
Ya Allah dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan aku mati. H.r. Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, I: 1337, Abu Daud, Sunan Abu Daud, II: 486, dari Hudzaifah bin Al Yamani

بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِكَ أَرْفَعُهُ إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَاغْفِرْ لَهَا وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ. رواه البخاري، احمد. عن أبي هريرة
5. Bismika robbi wa dlo’tu janbii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii faghfir laha wa in arsaltaha fahfadhha bima tahfadhu bihi ‘ibadakas sholihiina
Artinya:
Dengan menyebut nama-Mu ya Tuhanku, aku baringkan tubuhku dan karena-Mu aku akan mengangkatnya (bangun lagi). Jika Engkau tahan ruhku (Engkau wafatkan), ampunilah dia. Dan jika Engkau lepaskan kembali (masih hidup), maka periharalah dia dengan apa-apa (cahaya keimanan) yang  Engkau telah memelihara hamba-hamba-Mu yang sholih. H.r. Al Bukhari, I: 1338, Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, XV: 361, dari Abu Hurairah.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبِّي بِكَ وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِكَ أَرْفَعُهُ إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَاغْفِرْ لَهَا وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ. رواه مسلم، ابن حبان. عن ابي هريرة
6. Subhanakalloohumma robbi bika wadlo’tu janbii wa bika arfa’uhu in amsakta nafsii faghfirlaha wa in arsaltaha fahfadhha bima tahfadhu bihi ‘ibadakas shoolihiina
Artinta:
Mahasuci Engkau ya Allah Tuhan kami, karena-Mu aku baringkan tubuhku dan karena-Mu aku mengangkatnya Bangun lagi). Jika Engkau tahan ruhku, ampunilah dia. Dan jika Engkau lepaskan kembali, maka periharalah dia dengan apa-apa (cahaya keimanan) yang  Engkau telah memelihara hamba-hamba-Mu yang sholih.
H.r. Muslim, Sahih Muslim, II: 580. Ibnu Hiban, Shohih Ibnu Hiban, VII: 425. Dari  Abu Hurairah

اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَوَجَهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ وَفَوَضْتُ اَمْرِى إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الذِي أَنْزَلْتَ وَنَبِيِّكَ الذِي أَرْسَلْتَ. رواه مسلم، البخاري، احمد، الترمذي، النسائى، ابن حبان، الدارمي. عن البراء
7. Allohumma inni aslamtu nafsii ilaika wa wajahtu wajhii ilaika wa aljatu dhahri ilaika wa fawadltu amri ilaika ragbatan wa rahbatan ilaika la malja wa la manja minka illa ilaika amanntu bikitaabika alladzi anzalta wan nabiyyika alladzi arsalta.
Artinya:
Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu  dan aku menyerahkan urusan diriku kepada-Mu serta kekuatan diriku kepada-Mu, karena harapan dan takut pada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat berlari dari azabMu, kecuali hanya kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi yang Engkau utus”.
H.r. Muslim, Sahih Muslim,II: 579, Al Bukhari, sahih Al Bukhari,  I: 1337, , Ahmad, Musnad al Imam Ahmad XXX: 530, At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi, X: 26, An Nasai, As Sunanul Kubra, VI: 193, Ibnu Hiban, Sahih Ibnu Hiban, VII: 428, Ad Darimi, Sunan Ad Darimi, II: 290. Abu Daud, Sunan Abu Daud, Dari Al Bara bin Azib
Keterangan
Dalam hadis itu diterangkan, Rosulullah saw. bersabada,’Bila seseorang hendak tidur membaca doa ini, ditaqdirkan ia meninggal dunia pada waktu tidurnya itu, maka ia wafat di dalam fitrah.

اللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ.
رواه الترمذي، البزار، النسائى، الطبراني، احمد، الطيالسي. عن البراء بن عازب. ورواه الترمذي، البزار، الحميدي. عن حذيفة
8. Alloohumma qinii ‘adzaabaka yauma tab’atsu ‘ibaadak
Artinya:
Ya Allah periharalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau bangkitkan hanba-hamba-Mu.
H.r. At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi, V: 439, Al Bazar, VII: 237, An Nasai, As Sunanu Al Kubra,VI: 188, At Thabrani, Al Mu’Jamus Shogir, II: 177, Ahmad, Musnad al Imam Ahmad, XXX : 521, At Thayalisi,I : 97, dari Al Bara bin ‘Azib.
Dan riwayat At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi, IV: 439, Al Bazar VII: 246, Al Humaidi, I: 210, dari Hudzaifah AlYamani.

Keterangan
Imam At Tirmidzi menyatakan,’Hadisnya hasan shohih”.

اَللّهُمَّ بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِيْ. رواه احمد، النسائي، السنن الكبرى، وعمل اليوم والليلة، ابن أبي شيبة. عن عبد الله بن عمرو
9. Alloohumma bismika robbi wadlo’tu janbii faghfir lii dzanbii
Artinya:
Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu Tuhan kami aku baringkan tubuhku ampunilah dosaku.
H.r. Ahmad, XI: 190, An Nasai, As Sunanul Kubra, VI : 192, dan Amalul Yaumi wal Lailat 1: 455, Alfiyah Ibnu Abu Syaibah, VII : 45, dari Abdullah bin Amr.

Keterangan :
Adapun doa hendak tidur dengan lafal di atas hadisnya dlo’if. Pada riwayat Ahmad dan An Nasai terdapat rowi bernama Huyay bin Abdullah bin Syuraih, yang menurut Al Bukhari,’Fihi Nadhorun” adapun menurut An Nasai,’Ia rowi yang tidak kuat”. Tahdzubul Kamal, VII: 489.
Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abu Syaibah terdapat rowi bernama Abdurrahman bin Ziad bin An’um Al Afriqi. Dia dinyatakan dlo’if oleh Ibnu Ma’in. Tahdzibul Kamal, XVII : 102-110.

10. Dianjurkan Sebelum Tidur Membaca:


a. Takbirh 33 X. atau 34 X

b. tasbih 33 x.


c. tahmid 33 x


Adapun hadisnya sebagai berikut.

عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهِمَا السَّلاَم شَكَتْ مَا تَلْقَى فِي يَدِهَا مِنَ الرَّحَى فَأَتَتِ النَّبِيّ َ r تَسْأَلُهُ خَادِمًا فَلَمْ تَجِدْهُ … فَقَالَ أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَاحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ. رواه البخاري
Artinya
Dari Ali, bahwasannya Fatimah ‘alaihas salam mengadu tentang ular yang mengenai tangannya, lalu ia mendatangi Nabi saw. meminta diberikan penbantu, tetapi ia mendapatkannya. Maka Nabi saw. bersabda,’Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua yang lebih baik dari seorang pembantu? Apabila kalian menuju tempat tidur atau sudah berada ditempat tidur (hendak tidur), hendaklah kalian bertakbir sebanyak 33 x, bertasbih 33 x, dan bertahmid 33 x. Maka hal ini lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu. H.r. Al Bukhari, I : 1338.
Selain hadis di atas terdapat pula hadis yang menerangkan dengan tiga puluh empat (34) kali takbir bukan dengan tiga puluh tiga, adapun tasbih dan tahmidnya dengan bilangan yang sama.

…فَقَالَ أَلاَ أَدَلُّكُمَا عَلَى خَيْرٍ مِمَّا سَأَلْتُمَاهُ إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا اللهَ أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ وَاَحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمَا مِمَا سَأَلْتُمَاهُ …
…Maka Nabi saw. bersabda,’Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua yang lebih baik daripada yang kalian minta? Apabila kalian menuju tempat tidur atau sudah berada di tempat tidur (hendak tidur), hendaklah kalian bertakbir sebanyak 34 x, bertahmid 33 x, dan bertasbih 33 x,. Maka hal ini lebih baik bagi kalian berdua daripada sesuatu yang kalian minta …
H.r. Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal, I : 95. Shohih AlBukori, III : 1133, Muslim, IV : 2092, Sunan AlBaehaqi AlKubro, VII : 293, Syarah Ma’annil Atsar, III : 233, dan Musnad AlHumaedi, I : 24

Karena kedua pihak hadisnya sahih, maka kita dapat mengucapkan takbir sebanyak tiga puluh tiga atau tiga puluh empat kali.

11. Dianjurkan Membaca Mu’awwidzat Sebelum Tidur

Yang dimaksud dengan Mu’awwidzat, ialah menbaca tiga surat, yaitu surat al Ikhlas, al Falaq, dan an Nas. Lalu dirapatkan kedua belah tangan ditiup dan kedua tangan itu diusapkan keseluruh badan yang sekiranya terjangkau.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ r كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ . رواه البخاري، ابن حبان، الترمذي، احمد، اسحاق بن راهويه، ابو داود.
Artinya
Dari Aisyah, keadaan Nabi saw. setiap malam apabila menuju tempat tidurnya (hendak tidur), beliau menyatukan kedua telapak tangannya lalu meniup keduanya lalu membaca Qulhuwallah, Qul ‘Audzu birrabbil falaq, dan Qul ‘Audzu birrabbinnas. Lalu beliau mengusapkan kedua telapak tangan beliau pada bagian-bagian yang tejangkau dari seluruh tubuh beliau. Beliau memulai  dari kepala, wajah, dan badan bagian depan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.
H.r. Al Bukhari, I: 1091, Ibnu HibanV XII: 429, At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi, V: 473, Ahmad, VI: 116, Ishoq bin Rahawaih, II: 281, III: 989, Abu Daud, II: 488.

Keterangan :
Hadis ini menunjukkan bahwa Rosulullah saw. melakukannya setiap malam sebelum tidur, demikianlah menurut Aisyah r.a. Tetapi ada lagi riwayat lain yang menerangkan bahwa beliau melakukan demikian dalam keadaan sakit keras. Pada hadis itu terdapat lafal sebagai berikut :

فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ
Ketika beliau merasa sakit, beliau menyuruh saya untuk melakukannya kepada beliau.

Adapun di dalam riwayat lain dalam riwayatnya Ibnul Mubarak dari Yunus dengan lafal :
فَلَمَّا اشْتَكَى وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ طَفِقْتُ أَنْفُثُ عَلَيْهِ
Maka ketika beliau merasa sakit (yang beliau terus wafat) Mulailah saya yang meniupkannya.

Perlu diketahui bahwa kedua riwayat ini tidak bertentangan. Artinya beliau melakukannya ketika sehat dan sakitnya. Jadi tidak ada pertentangan pada kedua macam lafal di atas. Dan yang menjadi suatu keistimewaan adalah ketika beliau tidak lagi mampu melakukannya sendiri, beliau menyuruh Aisyah untuk melakukannya pada beliau.

Sumber : Persis.or.id

Sunday 27 June 2010

Akhirnya saya menjadi alumni Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih



Waktu tidak terasa khususnya saya di Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih, saya bersekolah selama 12 tahun di sana, mulai dari jenjang Diniyyah Ula selama 6 tahun, Tsanawiyyah selama 3 tahun, Mu'allimin selama 3 tahun.

Akhirnya sekarang pada tanggal 26 Juni 2010 saya menjadi alumni Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih dan saya harus berpisah dengan sekolah yang saya banggakan sekali, saya juga harus berpisah dengan teman-teman saya. Memang waktu tidak terasa khususnya selama 3 tahun di Mu'allimin ini, selama 3 tahun saya bersama-sama dengan teman saya, selama 3 tahun kami menuntut ilmu bersama.

Walaupun saya harus berpisah dengan sekolah yang saya banggakan dan berpisah dengan teman-teman saya, tetapi itu hanya sekedar perpiasahan badaniyyah saja, hanya fisik saja, tetapi Silaturahmi harus tetap tersambung.
Mudah-mudahan walaupun kita sudah berpisah, tali silaturahmi tidak akan terputus sampai kapanpun, tidak banyak kata yang dapat saya ungkapkan.

Saya banyak-banyak ucapkan terima kasih kepada :

KH Ukar Sukarya selaku Mudirul' Am PPI 80 Sindangkasih

Farid Wajdi, S.Ag selaku Mudir Mu'allimin PPI 80 Sindangkasih

Ali Nurdin, Lc. selaku Wali kelas XII Mu'allimin

dan Ustadz/Ustadzah yang lain di Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih 

yang telah banyak membimbing saya, banyak memberikan ilmu kepada saya dan teman-teman, mudah-mudahan ilmu yang telah diberikan membawa saya dan teman-teman lebih dekat dengan Allah SWT, bermanfaat dalam kehidupan saya dan teman-teman, dan mudah-mudahan Ustadz/Ustadzah yang telah memberikan ilmu kepada saya dan teman-teman mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT.

Hanya ini yang dapat saya tulis, tak banyak yang dapat saya ungkapkan, mudah-mudahan yang hanya 18 orang alumni ini menjadi kader-kader bagi ummat Islam, menjadi kebanggaan bagi Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih. Saya mau memberikan sebuah Kata-kata mutiara/motivasi

Hidup bisa menjadi sekumpulan persoalan tapi juga ada kebahagiaan disana, Allah mencintai UmmatNya yang tidak pernah putus asa menghadapi cobaanNya.


Anda ingin menjadi orang hebat? tetap tenanglah saat dalam tekanan, tabah dalam kesulitan, dan selalu optimis menghadapi masa depan

 Terima kasih semuanya, teman-teman ku sampai bertemu kembali. Mudah-mudahan apa yang kita cita-citakan bisa tercapai, amin...




Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih







Acara Perpisahan Alumni kelas XII Mu'allimin Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih Angkatan XII





















Catatan : Bagi yang ingin mendaftar di Pesantren Persatuan Islam 80 Sindangkasih silahkan klik disini untuk info lebih lanjut