Thursday 24 June 2010

Perlukah pendidikan seks masuk kurikulum?

Sebagaimana dilansir okezone, hasil survai Komisi Perlindungan Anak (KPA) terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar mengungkap, 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93 persen pernah berciuman bibir. Survai yang dilakukan belum lama ini juga menunjukkan 62,7 persen responden pernah berhubungan badan dan 21 persen di antaranya telah melakukan aborsi.

Di Bandung, hasil riset program Save The Children Jawa Barat mencatat, puluhan siswa SMP telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK). Ironisnya, di antara para PSK remaja tersebut cukup dibayar dengan pulsa ponsel.

Fenomena ini cukup menjadi alasan kuat semua pihak untuk mencemaskan masa depan generasi penerus bangsa. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menyatakan, para remaja tersebut tidak paham betul apa itu kesehatan reproduksi.

"Remaja mengetahui proses reproduksi hanya sebatas hubungan badan. Jadi, mereka melakukannya pun hanya untuk bersenang-senang," kata Giri seperti dilansir okezone, baru-baru ini.

Sementara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari merasa, pendidikan seks di Indonesia sangat kurang. Linda, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mendesak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk memasukkan pelajaran reproduksi di sekolah agar pendidikan seks tidak tabu dibicarakan. Serta kasus peredaran video mesum mirip artis tidak terulang kembali.

"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak siap membantu. Kami memiliki peralatan yang lengkap, seperti brosur dan buku maupun pelajaran reproduksi, terhadap anak," kata Linda.

Kegerahan berbagai kalangan ini dijawab Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh Nuh menyatakan, pendidikan seks diperlukan. "Sayangnya, pendidikan seks di Indonesia rasanya masih kurang tepat. Seharusnya materinya lebih diarahkan pada kesehatan reproduksi," jelas Nuh. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini meliputi fungsi organ reproduksi, pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, hingga penyakit-penyakit pada sistem reproduksi manusia. "Jadi bukan sebatas intercourse," tegasnya.

Meski demikian, kalangan pendidik menyarankan, pendidikan seks sebaiknya diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran lain. Kepala SMKN 3 Pekanbaru, Riau, Helmiyati menyatakan, perlu penyesuaian untuk mencantumkan pendidikan seks ke dalam kurikulum pendidikan. "Tidak bisa dipungkiri, bicara masalah seks masih dianggap tabu, terutama di daerah. Tapi dari sisi keilmuan, pendidikan tersebut penting," jelas Helmy.

Senada dengan Helmy, Kepala Sekolah Khusus perempuan St's George, Malaysia, Sharifah Afifah Syed Abbas menyatakan, tidak setuju jika dibuat satu mata pelajaran khusus tentang seks. Seks adalah sesuatu yang alami. Guru memiliki kebebasan untuk berbicara dan memberi nasihat tentang apa yang benar dalam pendidikan seks.

Meski demikian, akan lebih baik jika pendidikan seks diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran lain seperti biologi. Materi pelajarannya pun seputar kesehatan reproduksi, termasuk bagaimana merawat dan mencegah penyakit dalam sistem reproduksi.

 Di Indonesia, selain memasukkan pengenalan kesehatan reproduksi secara keseluruhan dalam kurikulum sekolah, BKKBN juga telah membuat pusat informasi dan konseling remaja yang tersebar di 9.580 lokasi di seluruh Indonesia. Pusat informasi ini bertugas memberi sosialisasi tentang kesehatan reproduksi.

Sumber : Persis.or.id

No comments:

Post a Comment